TEMPO.CO, Sleman
- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh tidak sengaja menerima
curahan hati dari sejumlah ibu guru saat mendatangi Yogyakarta untuk
memantau kesiapan sekolah melaksanakan kurikulum baru, Minggu, 14 Juli
2013.
Saat itu, ketika Nuh sedang menjawab pertanyaan wartawan dalam kunjungannya ke kampus pusat Universitas Teknologi Yogyakarta, secara spontan sejumlah ibu guru menyerobot sesi wawancara itu untuk menyampaikan keluhannya.
Munjaroah, pengajar dari SMAN 1 Magelang, secara spontan mengatakan ingin melanjutkan kuliah ke jenjang S2. Dia mengaku sudah mengikuti pelatihan bagi pengajar untuk persiapan penerapan kurikulum baru, tapi merasa belum mendapatkan pengetahuan memadai.
"Masih kurang pak Menteri, kalau bisa kami difasilitasi belajar di jenjang S2," kata dia kepada Nuh yang baru saja menjelaskan ke wartawan mengenai upaya Kementerian Pendidikan mempersiapkan pelatihan guru menghadapi Kurikulum 2013.
Kata Munjaroah, problem utama para guru selama ini dalam melanjutkan S2 adalah biaya. Selain itu, banyak guru memiliki Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) S1 yang lebih rendah dari persyaratan bagi penerima beasiswa pascasarjana. "Kalau bisa, ada semacam program penyetaraan," kata pengajar yang mengaku sudah menjadi guru selama 23 tahun itu.
Nuh menjawab keluhan itu dengan berjanji memperbanyak beasiswa. Dia menambahkan masalah IPK rendah bisa diabaikan. "Pengalaman ibu sudah lama, 23 tahun, itu lebih berharga dari IPK 4," kata Nuh.
Menurut dia usulan program penyetaraan IPK syarat menerima beasiswa bagi guru yang berpengalaman layak dipertimbangkan. "Pak Rokhmat ini ada usulan penyetaraan," kata Nuh kepada Rektor UNY, Rokhmat Wahab, yang mengikuti rombongannya saat menyambangi kampus UTY untuk mengisi pengajian dan meresmikan pembangunan masjid kampus UTY.
Belum selesai Nuh menjelaskan jawaban untuk keluhan Munjaroah, dua ibu guru muda melontarkan keluhan baru. Keduanya mengaku mengajar sebagai guru swasta di salah satu sekolah dasar di Bantul. "Kami hanya dapat gaji Rp 150 ribu per bulan pak Menteri," kata salah satu Ibu guru.
Nuh menjawab kaget, "Rp 150 ribu, kok bisa hidup?" Dia melanjutkan, "Kemendikbud menyediakan dana tunjangan fungsional Rp 250 ribu per bulan, ajukan saja."
Curhatan Ibu guru tadi berlanjut. Dia mengaku sudah berupaya mengajukan usulan untuk mendapatkan tunjangan fungsional ke Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Bantul, tapi selalu ditolak. "Alasan Dinas Pendidikan Dasar Bantul, tunjangan fungsional tidak diberikan lagi untuk pengajuan setelah 2007," kata Ibu Guru.
Menteri Nuh membantah keterangan itu. Kata dia, tunjangan fungsional bagi guru swasta seluruh Indonesia masih berlanjut hingga tahun ini tanpa ada pembatasan tahun pengusulan. Menurut Nuh, semua anggaran kebutuhan untuk tunjangan fungsioanal guru swasta sudah disiapkan oleh Kemendikbud setiap tahun. Pendataannya saja yang dilaksanakan di Dinas Pendidikan tingkat kabupaten dan kota.
"Kalau kawasan tempat tinggal guru di tempat terpencil, akan kami tambah tunjangan Rp 1 juta per bulan," kata Nuh.
Nuh mencoba meyakinkan para ibu guru itu dengan memanggil Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga DIY, Baskara Aji, untuk memastikan kebenaran penjelasannya. "Ini bilang saja ke pak kepala dinas. Nggak apa-apa, biar jadi barokah silaturahmi," kata Nuh.
Baskara menjawab hal serupa. Dia meminta ibu-ibu guru swasta tersebut segera mendaftar untuk menerima tunjangan fungsional ke Dinas Pendidikan Dasar Bantul. "Kalau masih ditolak, ibu-ibu bisa langsung daftar ke Disdikpora DIY," ujar Baskara.
Kedua ibu guru tersebut tampaknya masih ragu dengan penjelasan dua pejabat dari level pusat dan provinsi itu. "Beneran ya, saya ambil foto pak Baskara biar hafal sama orangnya, kalau masih susah saya ke bapak saja," kata dia sambil memotret Baskara Aji dengan kamera telepon seluler.
Saat itu, ketika Nuh sedang menjawab pertanyaan wartawan dalam kunjungannya ke kampus pusat Universitas Teknologi Yogyakarta, secara spontan sejumlah ibu guru menyerobot sesi wawancara itu untuk menyampaikan keluhannya.
Munjaroah, pengajar dari SMAN 1 Magelang, secara spontan mengatakan ingin melanjutkan kuliah ke jenjang S2. Dia mengaku sudah mengikuti pelatihan bagi pengajar untuk persiapan penerapan kurikulum baru, tapi merasa belum mendapatkan pengetahuan memadai.
"Masih kurang pak Menteri, kalau bisa kami difasilitasi belajar di jenjang S2," kata dia kepada Nuh yang baru saja menjelaskan ke wartawan mengenai upaya Kementerian Pendidikan mempersiapkan pelatihan guru menghadapi Kurikulum 2013.
Kata Munjaroah, problem utama para guru selama ini dalam melanjutkan S2 adalah biaya. Selain itu, banyak guru memiliki Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) S1 yang lebih rendah dari persyaratan bagi penerima beasiswa pascasarjana. "Kalau bisa, ada semacam program penyetaraan," kata pengajar yang mengaku sudah menjadi guru selama 23 tahun itu.
Nuh menjawab keluhan itu dengan berjanji memperbanyak beasiswa. Dia menambahkan masalah IPK rendah bisa diabaikan. "Pengalaman ibu sudah lama, 23 tahun, itu lebih berharga dari IPK 4," kata Nuh.
Menurut dia usulan program penyetaraan IPK syarat menerima beasiswa bagi guru yang berpengalaman layak dipertimbangkan. "Pak Rokhmat ini ada usulan penyetaraan," kata Nuh kepada Rektor UNY, Rokhmat Wahab, yang mengikuti rombongannya saat menyambangi kampus UTY untuk mengisi pengajian dan meresmikan pembangunan masjid kampus UTY.
Belum selesai Nuh menjelaskan jawaban untuk keluhan Munjaroah, dua ibu guru muda melontarkan keluhan baru. Keduanya mengaku mengajar sebagai guru swasta di salah satu sekolah dasar di Bantul. "Kami hanya dapat gaji Rp 150 ribu per bulan pak Menteri," kata salah satu Ibu guru.
Nuh menjawab kaget, "Rp 150 ribu, kok bisa hidup?" Dia melanjutkan, "Kemendikbud menyediakan dana tunjangan fungsional Rp 250 ribu per bulan, ajukan saja."
Curhatan Ibu guru tadi berlanjut. Dia mengaku sudah berupaya mengajukan usulan untuk mendapatkan tunjangan fungsional ke Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Bantul, tapi selalu ditolak. "Alasan Dinas Pendidikan Dasar Bantul, tunjangan fungsional tidak diberikan lagi untuk pengajuan setelah 2007," kata Ibu Guru.
Menteri Nuh membantah keterangan itu. Kata dia, tunjangan fungsional bagi guru swasta seluruh Indonesia masih berlanjut hingga tahun ini tanpa ada pembatasan tahun pengusulan. Menurut Nuh, semua anggaran kebutuhan untuk tunjangan fungsioanal guru swasta sudah disiapkan oleh Kemendikbud setiap tahun. Pendataannya saja yang dilaksanakan di Dinas Pendidikan tingkat kabupaten dan kota.
"Kalau kawasan tempat tinggal guru di tempat terpencil, akan kami tambah tunjangan Rp 1 juta per bulan," kata Nuh.
Nuh mencoba meyakinkan para ibu guru itu dengan memanggil Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga DIY, Baskara Aji, untuk memastikan kebenaran penjelasannya. "Ini bilang saja ke pak kepala dinas. Nggak apa-apa, biar jadi barokah silaturahmi," kata Nuh.
Baskara menjawab hal serupa. Dia meminta ibu-ibu guru swasta tersebut segera mendaftar untuk menerima tunjangan fungsional ke Dinas Pendidikan Dasar Bantul. "Kalau masih ditolak, ibu-ibu bisa langsung daftar ke Disdikpora DIY," ujar Baskara.
Kedua ibu guru tersebut tampaknya masih ragu dengan penjelasan dua pejabat dari level pusat dan provinsi itu. "Beneran ya, saya ambil foto pak Baskara biar hafal sama orangnya, kalau masih susah saya ke bapak saja," kata dia sambil memotret Baskara Aji dengan kamera telepon seluler.
Diambil dari TEMPO.CO
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !